Jumat, 27 Februari 2009

Masyarakat Jadi Sapiperah

Komisi VII DPR ‘ Usut Pungli di PLN

Edisi 230 tanggal 30 Juni – 6 Juli 2008

Jakarta . SNP

Wakil Ketua Komisi VII DPR. RI . Drs . Ir . H. Sutan Bhateogana MM berjanji segera mengusut tuntas dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) di PT . PLN (Persero). Menurutnya , jika dana yang dipungut sebagai uang jaminan pelanggan , maka uang itu harus dikembalikan ke masyrakat Yang jelas PL harus bertanggung jawab “ tegasnya menanggapi pemberitaan dimedia ini edisi 229 pekan lalu .

Sutan Bhatoegana mengatakan, kalau masyarakat dirugikan pihak PLN . AKLI atau Konsuil , silakan kirim surat ke Komisi VII . “ Kita akan panggil manajemen PLN , kita akan pertanyakan mereka ( PLN – Red ) , silakan kirimkan surat segera

“ Pesannya saat wawancara dengan SNP diruang kerjanya usai rapat kerja dengan Mentri Keuangan , Kamis ( 26/6 ) soreh .

Ia menambahkan , seharusnya uang jaminan pelanggan itu kembali ke masyarakat ( Pelanggan PLN – Red ) Kalau uang itu bunyinya jaminan .

Dan kalau dana itu digunakan menjadi biaya operasional , jelas secara yuridis telah melanggar “ Kalau itu untuk kepentingan Rakyat , kita akan segera proses . Kita akan usut mereka . Kita akan bongkar permasalahannya . Jadi kita tunggu masukan dari anda “ tegasnya menanggapi pemberitaan dimedia ini .

Diberitakan sebelumnya , Intruksi Direktur Utama PT PLN ( Persero ) bernomor 02075/ 161/ Dirut / 2007 tertanggal 31 Oktober 2007 tentang larangan menarik biaya uang jaminan pelanggan ( UJL) tak pernah di indahkan jajaran pelayanan PT PLN . Selain UJL . berbagai biaya lainnya turut membebani calon konsumen .

Untuk penyambungan baru 450 KVA misalnya , calon konsumen diwajibkan menyetor biaya UJL , sebesar RP 45. 450, biaya instalasi RP 252.500, dan biaya sertifikat Jaminan Instalasi ( SIJ) RP 125.000. serta biaya materai RP 8000 ditambah kuintansi Rp 3000.

Untuk penyambungan daya yang lebih besar , atau 900 kilovolt ampere , calon konsumen akan dibebani biaya yang lebih besar pula, yakni RP 817.000 dengan rincian , instalasi RP 377.500 , penyambungan RP 270. 000. UJL RP 90. 900, konsuil RP 70.000 serta biaya materai RP 6.000 yang dijual menjadi RP 8.000 ditambah biaya kuintansi RP 3.000.

Dengan demikian pemasangan instalasi untuk lima titik di masing –masing rumah menjadi kewajiban PLN . Namun fakta dilapangan , masing- masing calon konsumen telah memasang instalasi dirumah mereka sebelum mengajukan permohonan penyambungan baru arus listrik .

Kasubdit Perlindungan Konsumen Tenaga Listrik ( KPKL ) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) , Winsisma menanggapi pemberitaan Koran ini beberapa waktu lalu , berjanji akan menindaklanjuti dengan mengkonfirmasi ke PLN dan AKLI . Menurutnya hak – hak konsumen harus dilindung Kalau terbukti benar maka oknum – oknum di PLN yang merugikan masyarakat konsumen harus di tindak “ tegasnya “ . Menanggapi hal tersebut , Prof DR Ing K Tunggul Sirait Pemerhati Sumber Daya Energi dan Ketenagalistrikan mengatakan , mestinya masyarakat berhak meminta kembali UJL tersebut bila itu disebutkan berupa jaminan atau titipan .

“ Laporan Keuangan PLN harus ditelusuri , apakah dana tersebut masih tersimpan atau ada pos titipan dalam neraca keuangan PLN . Komisaris PLN hendaknya memeriksa dulu . hal ini juga dapat diperiksa BPK ( Badan Pemeriksa Keuangan ) , Karena BPK memiliki sistym Pemeriksa Keuangan Negara yang sudah canggih . BPK sangat berkompeten dalam hal ini . Atau DPR dapat mempertanyakan kepada PLN . Dan yang lebih berkompeten mengomentari hal ini adalah Komisi VII DPR RI “ tegas K. Tunggul Sirait .

Menurut Tunggul , pemadaman Listrik juga soal policy Pemerintah , Pemerintah harus mampu mengatur titik pemadaman supaya konsumen jangan sampai mengalami kergian akibat pemadaman itu .

Jika pemadaman harus dilakukan karena pembangkit listrik belum mencukupi , berarti harus pula dikaji pembangunannya agar mencapai sasaran.

Zaman Pak Harto , masih ada Pembangunan jangka pendek , jangka Menengah dan jangka Panjang dari Pemerintah yang disetujui DPR . Jadi harus ada kebijakan Energi Nasional , Kebijakan Dewan Energi Nasional . Undang – Undangnya sebenarnya sudah dsetujui tahun 2007 . Tapi Pelaksanaan Undang – Undangnya harus didukung Peraturan Pemerintah dan Dewan Energi Nasional “ Imbuhnya” (DANS)

1 komentar:

  1. PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
    Siapa yang akan mulai??

    David
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus