Rabu, 14 Oktober 2009

UU PENATAAN RUANG TANJUNG PINANG DIDUGA MANDUL DEMI UANG .







Tanjungpinang SNP .

Implementasi UU RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan RTRW Kota Tanjungpinang , Pulau Bintan Kepri khususnya Kota Tanjungpinang , Tahun 2005 – 2015 di duga mandul demi uang .

Pasalnya, sudah bertahun – tahun perut bumi di Pulau Bintan ini, tercabik – cabik dan terkoyak – koyak oleh puluhan alat berat para pengusaha bouksit yang semakin brutal, demi mengejar dollar , tanpa pernah memikirkan keamanan dan Keindahan Lingkungan Hudup . Jika di andaikan perut bumi Pulau Bintan ini adalah perut manusia , dan bouksit menjadi usus halusnya , maka perilaku kebrutalan para pengusaha bouksit mengorek usus halus , ahkirnya yang tersisa hanya kulit dan tulang .

Secara otomatis , bila Pejabat Lingkungan Hidup tidak ambil tindakan antisipatif , maka akan semakin rusaklah Lingkungan Hidup Tanjungpinang , Ironisnya memang.

Terkait dengan kegiatan penambangan bouksit di wilayah perkotaan Tanjungpinang yang semakin tak beraturan Kamis dua pekan lalu wartawan SNP menyambangi Kantor BLH untuk konfirmasi masalah ini . Namun menurut karyawan BLH Yulianus Pejabat yang ditemui lagi perjalanan Dinas ke Padang .

Sedangkan Said Husen salah satu yang dianggap berkompeten memberikan penjelasan perihal tersebut enggan berkomentar ketika wartawan SNP konfirmasi . Alasannya karena masih ada Pimpinan . Demikian yang bersangkutan mengelak, karena merasa beberapa waktu yang baru selesai mengikuti Pendidikan sebagai PPNS ( Penyidik Pegawai Negeri Sipil ) dan belum mendapatkan Skep dari Mentri Hukum Dan Ham .

Ketika Wartawan SNP pada hari itu juga melanjutkan pencarian informasi Ke Kantor Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan Dan Energi ( KPPKE ) Pemerintah Kota ( Pemko) Tanjungpinang , untuk mengkonfirmasikan tentang penambangan bouksit , ternyata Kepala KPPKE , Sujarwoto juga tidak ada ditempat .

Menurut Karyawan yang ada , Joko Sutrisno yang juga dua bulan lalu pernah dititipkan nomor HP Wartawan SNP untuk disampaikan kepada Sujarwoto , bahwa sedang mengikuti rapat di Kantor Pemko . Hal ini diketahui setelah menanyakan kepada ajudan Kepala KPPKE itu Namun hingga berita ini diturunkan belum ada informasi lanjutan dari ajudan Kepala KPPKE , Mamik , kapan bisa menjumpai dan konfirmasi masalah bouksit tersebut ke Sujarwoto .

Yang menjadi pertanyaan masyarakat , kenapa Kinerja dari Kepala Kantor yang seperti ini , masih dipertahankan? Memang ada rumor yang beredar , bahwa Kepala Kantor yang satu ini , katanya sangat dekat dengan orang nomor satu di Kota Tanjungpinang . Tentu sangat masuk akal , bila kedekatan tersebut menimbulkan keras Kepala dari pada Kepala Kantor KPPKE yang terhormat ini. Sangat disayangkan , bila kinerja seperti ini , menghambat pemberian informasi kepada masyarakat , dimana sebagai Pejabat Public, mestinya harus membela kepentingan masyarakat dengan memberikan pelayanan optimal .

Dalam penelusuran SNP sebelumnya , masalah pertambangan yang berada di Wilayah Kota Tanjungpinang ini, mengalami kendala . Termasuk ketika pernah dikonfirmasikan ke Bagian Hukum dan HAM , Herman SupriJanto yang tidak bisa menjawab alias mulutnya dijahit , dan malah mengarahkan untuk menemui Sujarwoto di KPPKE ( Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi , Pemerintah Kota Tanjungpinang .

Akibat dari simpang - siur dan tertutupnya para Pejabat Public yang harusnya berkompeten menjelaskan masalah penambangan bouksit ini kepada masyarakat , maka dapat diduga , bahwa para Pejabat tersebut mungkin sudah “ di Sumpal “ dengan uang oleh para pengusaha bouksit yang brutal merusak Lingkungan Hidup . Kalau tidak kenapa tidak bertindak , untuk menata Lingkungan Hidup dan malah membiarkannya merusak , sehingga akan berakibat buruk terhadap masyarakat? Sebab berdasarkan Rencana TataRuang Wilayah ( RTRW) Kota Tanjungpinang Tahun 2005 – 2015 , tidak ada Wilayah untuk penambangan .

Sangat pantas bila pengerusakan bouksit ini dicurigai melibatkan para Pejabat Public terkait di Tanjungpinang . Harusnya , pihak penegak Hukum pun perlu menindaklanjuti kejanggalan ini, untuk diproses . Karena didalam UU Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pasal 73 ayat 1, menyatakan : Setiap Pejabat Pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 37 ayat 7 , dipidanakan dengan pidana Penjara paling lama 5 ( lima ) tahun dan di denda paling banyak RP 500.000.000.00 ( Lima ratus juta rupiah ) . Dan ayat 2 . Selain Sanksi pidana yang dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari Jabatannya . ( FNS/ JB) /

Tidak ada komentar:

Posting Komentar