Jumat, 10 Juli 2009

PEJABAT NOMOR SATU TANJUNGPINANG DIDUGA TERIMA UPETI DARI PENGUSAHA BOUKSIT .



Tanjung pinang SNP










Pulau Bintan , secara geografis memang banyak penambangan bouksit yang hingga detik ini masih beroperasi , bahkan para pengusaha bouksit semakin gila bermain mata dengan Pejabat nomor satu di Tanjungpinang . Saking gilanya untuk mendapatkan Upeti Pejabat pun sudah menutup mata .

Ini terbukti karena sebagian wilayah pulau Bintan sudah semakin gundul , akibat pengusaha bouksit yang terdahulu tidak mematuhi UU Kehutanan RI No 41 tahun 1999. Pasal 45

Ayat 1,2,3, dan 4.

Yang berbunyi demikian :

Pasal 45

(1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.

(2) Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.

(3) Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ternyata UU Kehuatanan RI nomor 41 Tahun 1999 tidak berlaku untuk diwilayah Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau . Ini sudah terbukti di Wilayah Pulau Bintan , banyak kawasan – kawasan yang sudah gundul, yang di tinggal pergi oleh penambang bouksit .

Pengusaha Bouksit di pulau Bintan hanya mengambil keuntungan pribadi saja , setelah selesai mereka akan meninggalkan lokasi tersebut tanpa di reklamasi kembali , hal ini yang sama sekali tidak di perhatikan oleh Pemerintah di pulau Bintan.

Atau diduga kuat kalau Pejabat Nomor Satu Tanjungpinang sudah menerima Upeti dari Pengusaha Bouksit

Bahkan pengusaha bouksit saking gilanya , mulai merambah ke bagian wilayah Kota Tanjungpinang . Pada halnya wilayah Kota Tanjungpinang, yang mana sesuai dengan Peta RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW) Tahun 2005 sampai Tahun 2015 bukan termasuk wilayah tambang . Dan begitu juga yang tertulis didalam UU No 26 Tahun 2007 dan PP No 26 Tahun 2008 .

Seperti halnya yang terlihat didalam gambar , sebuah damtruk yang sedang melintas di jalan beraspal . Sementara jalan tersebut adalah jalan menuju senggarang dan melalui Kantor Walikota Tanjungpinang serta Kantor Anggota Dewan Kota . Seakan Pejabat - Pejabat Kota TanjungPinang umumnya , dan Pejabat Nomor Satu Kota TanjungPinang khususnya membiarkan para pengusaha bouksit semakin merajalela . Hal tersebut menambah kuat dugaan antara Pejabat dan pengusaha bouksit ada Udang di balik batu .

Hal ini tidak bisa dibenarkan menurut Ibu Maria Titiek Pangesti SH, MBA , sebagai Wakil Ketua Anggota Dewan Kota saat di konfirmasi SNP diruang kerjanya . “ Beliau mengatakan ini tidak bisa dibenarkan dan seharusnya di tutup karena sudah melawan dengan UU N0 26 tahun 2007 . “ Sambil berpantun Beliau mengucapkan “ Ikan sepat ikan gabus lebih cepat bertindak lebih bagus “ Ujarnya kepada SNP .

Dan masih menurut Ibu Maria Titiek Pangesti SH, MBA sebaiknya langsung saja ke Walikota Tanjungpinang , karena semua urusan dengan penambangan bouksit di wilayah kota Tanjungpinang beliau yang mengambil kebijakan ‘ Katanya “.

Tambang bouksit di wilayah Kota Tanjungpinang , hanya menguntungkan para Pejabat dan para Pengusaha bouksit itu sendiri , banyak masyarakat kecil di kota Tanjungpinang tidak bisa berbuat banyak , walaupun dilahan mereka dijadikan jalur untuk pembuangan limbah bouksit . Contohnya penambangan bouksit yang berada di wilayah Madong .

Beberapa waktu lalu SNP konfirmasikan dengan pak RT diwilayah Madong , tentang pembebasan lahan masyarakat yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah . Pak RT sendiri sudah terkontaminasi dengan para pengusaha bouksit , Sehingga tugas dan kewajiban sebagai RT sudah hilang karena RUPIAH .

Ini adalah pengakuan sebagian masyarakat Madong yang tak mau menyebutkan namanya, mereka mengeluh kepada SNP saat itu , “ Katanya, begini pak, kami disini bagaimana kata Pak RT “ kami hanya menurut saja , Jadi kami sebagai masyarakat kecil tidak bisa berbuat apa – apa. ( FNS / JB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar